Sesi presentasi kurikulum tiga UIN: UIN Suka, UIN Jakarta, dan UIN Makassar |
DAri 31 anggota IPPSI, 24 di antaranya bisa hadir di Makassar. Dari lingkungan PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam), hadir tiga UIN: UIN Sunan Kalijaga, UIN Syarif Hdiyatullah Jakarta, dan tuan rumah UIN Alauddin, Makassar. UIN Ar-Raniri Banda Aceh yang juga memiliki program kesejahteraan sosial tidak hadir dalam forum ini.
Pada hari pertama sesi pagi, para peserta mendapatkan update informasi dari empat pembicara: Mu'man Nuryana, Ph.D, Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia; Tata Sudrajat, ketua IPSPI (Ikatan pekerja Sosial Profesional Indonesia); Paulus Tangdilitin, Kesos UIN; dan Heriwibowo, UNPAD.
Sesi ini diawali denganpresentasi dari Pak Mu'man yang menyorot soal pentingnya memhamai perbedaan dan titik temu antara "social work" dan "social welfare". Mengacu kepada kurikulum di salah satu perguruan tinggi di Amerika, ia menunjukkan bagaimana social work itu di Amerika dibedakan dari social welfare pada aspek bobot praktikum yang jauh lebih banyak.
Dalam pemaparannya, Pak Paulus menyoroti pentingnya untuk menempatkan bobot keilmuan pada studi kesejahteraan sosial dan ia sendiri memilih pendekatan filsafat ilmu yang lebih pragmatis, dalam arti aslinya, yaitu pragmatisme Amerika yang menekankan kebenaran dalam ukuran kegunaan praktisnya.
Pak Tata Sudrajat lebih menyoroti persoalan siapa sebenanrnya pekerja sosial dan apakah sekolah-sekolah kesejahteraan sosial sudah menghasilkan alumni pekerja sosial. Pak Tata banyak memberikan catatan dari lapangan tentang dunia profesi pekerjaan sosial.
Pembicara terakhir menyajikan diskusi yang menarik tentang KBK dalam kaitannya dengan pekerjaan sosial.
Setelah presentasi keempat pembicara, sesi siang hingga sore adalah sesi presentasi masing-masing universitas untuk melihat bagaimana kurikulum inti 2010 yang dijadikan standar lintas universitas anggota IPPSI dijalankan. Hasil prsentasi ini kemudian dirangkum dalam sidang pleno yang diselenggarkan pada hari kedua.
Secara umum dapat disimpulkan, dari hasil pemetaan itu, bahwa sebagian besar universitas telah menyelenggarakan kurikulum inti IPPSI, meskipun tidak semua sekolah telah menyelenggarakannya sepenuhnya. Sebagian universitas, mengganti nama dengan nama semisalnya.
Selain soal nama, perbedaan antar universitas juga terjadi dari segi kapan mata kuliah itu ditawarkan. Ada yang menyelenggrakan mata kuliah tertentu di semester satu, dan ada yang menyelenggarakannya di semester akhir. Perbedaan ini menjadi dasar rekomendasi agar IPPSI juga memberikan panduan standar sekuensi penyelenggaraan kurikulum inti.
Agenda Selanjutnya
Kongres IPPSI di Ambon, April 2016.
Bagi Prodi IKS Yogya
Secara umum, dua hal yang bisa dicatat dari kegiatan ini:
1. Presentasi dari berbagai universitas bisa menjadi bahan komparasi bagaimana kondisi IKS dibandingkan dengan universitas lain, baik dari segi kesiapan materi, referensi, dan sumberdaya manusia.
2. Dari segi ekspektasi untuk menyiapkan Kurikulum berbasis KKNI, semiloka ini tidak berkontribusi apa pun karena pemetaan kurukulum inti 2010 belum memberikan rekomendasi terkait KKNI. Dalam diskusi informal dengan Pak Rudi, Prodi IKS mendorong agar IPPSI segera mengambil langkah strategis untuk memastikan bahwa kurikulum berbasis KKNI yang dikeluarkan Dikti tidak merugikan prodi-prodi anggota IPPSI.
Catatan:
Materi lengkap dan dokumen rekomendasi selengkapnya masih menunggu release resmi dari pengurus IPPSI.
0 comments: